NETIZ.ID,Tentena – Ratusan Massa Aksi dari 15 Desa dan 6 Kelurahan yang tinggal di tepian Danau Poso mendatangi PT. Poso Energi, kedatangan mereka yakni menuntut kerugian kepada pihak perusahaan, akibat beroperasinya bendungan outlet Danau Poso.
Menurut Hajai Ancura koordinator masa aksi, Sejak di uji cobanya pintu air PLTA Poso I, Poso Energy di tahun 2020, masyarakat adat Danau Poso mengalami penderitaan berkepanjangan yang berdampak pada kemiskinan yang terparah ditambah dengan adanya Covid-19. Dengan menambahnya debit air untuk kepentingan perusahaan, dalam dua tahun ini air danau tidak pernah surut.
“Masyarakat Adat Danau Poso menetapkan sanksi Giwu atau denda adat kepada pihak perusahaan karena telah merusak kehidupan budaya masyarakat adat danau Poso, dan menuntut ganti untung semua kerugian masyarakat yang dialami selama dua tahun dengan adil serta meminta mengembalikan siklus normal air danau Poso, tidak hanya itu, kami juga menuntut penutupan operasional bendungan PLTA Poso I, mendesak pemerintah untuk tidak mengeluarkan kebijakan apapun yang merusak lingkungan yang merugikan masyarakat adat danau Poso,”ungkap Hajai Ancura. Senin (22/11/21) kemarin.
Akibat kepentingan perusahaan kata dia, Ada 266 hektar Sawah dan Kebun Warga di 15 desa dan 6 kelurahan di sekeliling danau Poso terendam. Ia juga mengungkapkan, Selama 2 tahun ini, Petani Masyarakat Adat Danau Poso mengalami, Kerugian Ekonomi berupa Sawah dan kebun karena terendam dan tidak bisa diolah, termasuk wilayah tangkapan nelayan menjadi lebih sempit.
“Karena Ulah kepentingan dari perusahaan yang berdampak pada Ratusan hektar sawah dan kebun di sekeliling Danau Poso yang kini tidak lagi bisa di olah, justru para petani dililit hutang pinjaman untuk membeli beras demi kebutuhan sehari-hari, akibatnya sertifikat rumah dan tanah yang dijaminkan terancam disita oleh pihak bank,” Ungkapnya
Lebih lanjut ia katakan bahwa ada 94 kerbau di Desa Tokilo mati bersamaan akibat makan rumput yang busuk karena ladang yang dijadikan penggembalaan terendam, padahal, Kerbau merupakan tabungan warga di masa depan, untuk kebutuhan sekolah, kuliah, ataupun pesta apa saja.
“kerugian materil masyarakat, PT. Poso Energy hanya mau mengganti rugi 10 kg per are, Ini sangat tidak adil dan merugikan petani termasuk pemilik ternak yang telah menimbulkan konflik antar warga dengan warga pemilik lahan yang dimasuki kerbau, sedangkan lahan kami justru jadi ladang untuk merauk keuntungan oleh pihak pengusaha,” Bebernya.
Ia menambahkan jika Tradisi Mosango yang sudah dilangsungkan ratusan tahun di wilayah Kompodongi tidak lagi bisa dilakukan, berdasarkan sejarah dan tradisi yang berlangsung, kompodongi adalah wilayah ulayat Masyarakat Adat Danau Poso, kini kompodongi tidak bisa dimiliki secara pribadi atau kelompok. Namun Poso Energy telah mereklamasi sehingga mengganggu wilayah ulayat Masyarakat Adat yang sudah dipercayai selama beratus tahun dan menyebabkan tradisi Mosango tidak bisa lagi dilakukan dan terancam punah.
Terlebih lagi keanekaragaman hayati di Danau Poso terganggu karena siklus normal air Danau Poso tidak lagi berlaku, pengerukan di wilayah outlet danau Poso telah merusak lingkungan dan habitat ekosistem danau, akibat air danau poso yang dibendung selama 2 tahun ini, Sidat mengalami gangguan musim dan berpotensi mengalami penurunan jumlah hingga kepunahan, ruaya ke laut dan alur kembali ke danau terhalangi oleh bendungan.
“Poso Energy telah dengan sengaja menyusahkan dan memiskinkan hidup masyarakat adat danau poso, pihak perusahaan telah mengganggu kebudayaan masyarakat adat Danau Poso dan merusak lingkungan, Biang keroknya adalah bendungan PLTA Poso I. seharusnya pemerintah harus memiliki pemikiran jernih tentang perkembangbiakan biota yang membutuhkan wilayah pemijahan dan riparian sungai yang tidak lagi alami, sehingga berpotensi punah dalam jangka waktu yang lama,” Tegasnya
Mata pencaharian nelayan sangat terganggu, padahal Wayamasapi sebuah tradisi kebudayaan danau Poso yang dipaksa dibongkar untuk kepentingan pengerukan, karamba warga dibongkar agar aliran air untuk memutar turbin PLTA Poso I, sehingga tradisi wayamasapi budaya danau Poso dihilangkan, kehidupan perekonomian warga pemilik karamba juga sengaja dihilangkan. Demikian Hajai (KB/*)
Sumber : Kompassulawesi.id