NETIZ.ID,Palu – BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) Wilayah XVI Palu mengakui kesalahannya di Bantaya Potangara ada (Balai Pertemuan Adat) Salena. Kamis (02/12/21) dan dihadiri Puluhan warga yang mengikuti musyawarah adat itu.
Tamin S. Rantelino, Ketua RW Lingkungan Salena menjatuhkan Denda adat 3 (Tiga) Dulang dan 3 (Tiga) Ekor Kambing.
Lanjutnya bahwa pihak yang memasang Patok tanpa ada pemberitahuan dan dianggap melanggar adat.
“Harus digivu (Denda adat) karena kami tidak mengetahui maksud dan tujuan pemasangan patok”, Tegas
Tamin melanjutkan bahwa tindakan itu tidak dibenarkan dalam Aturan adat dan besaran Denda juga sudah sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.
” Kalau mengulangi kesalahan, dendanya bisa ditambah lagi,” Sambungnya
Ditempat yang sama, Arifin Likesando Warga Salena mengatakan bahwa konsep Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan wilayah kelolah dengan luas tertentu adalah bentuk penjajahan pemerintah kepada warga.
” Kami yang memiliki wilayah untuk apa diberikan kepada kami,” Kesal dia
“Kalau diberikan Artinya bahwa bukan kami pemiliknya. Karena kami yang berkuasa atas wilayah sendiri maka itu hak kami,” Ungkap Arifin
Sementara itu, Perwakilan BPKH Wilayah XVI Palu, Karman menerima Denda adat yang dijatuhkan kepada pihaknya.
” Saya menerima Denda adat itu dan berkoordinasi dengan pimpinan karena kami hanya orang yang ditugaskan dilapangan,” Terang dia.
Dalam pertemuan itu juga disepakati penandatanganan berita acara oleh BPKH Wilayah XVI Palu, Kepala KPH Banawa Lalundu, Ketua RW, Ketua RT dan Tokoh adat Salena.
Adapun isi berita acara adalah Pertama, Menolak Pemasangan Patok. Kedua, Denda Adat (tiga buah Dulang dan Tiga Ekor kambing). Ketiga, Denda adat dikeluarkan Selambatnya-lambatnya tujuh hari sejak diputuskan (KB/AS)