PALU,netiz.id – Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Moh. Hidayat Pakamundi, menghadiri Focus Group Discussion (FGD) yang digelar dalam rangka pemantauan dan evaluasi terpadu pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak di Provinsi Sulawesi Tengah. Kegiatan ini berlangsung di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sulteng, Senin, (23/06/25).
FGD tersebut melibatkan sejumlah pemangku kepentingan dari tingkat pusat dan daerah. Hadir dalam kesempatan itu perwakilan dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Selain itu, turut serta pula unsur mitra pembangunan, organisasi perangkat daerah (OPD) Provinsi Sulteng, dan instansi vertikal terkait.
Dalam pemaparannya, Kementerian PPN/Bappenas menjelaskan bahwa strategi nasional pencegahan perkawinan anak terdiri atas lima pilar utama, yakni: optimalisasi upaya pencegahan, penciptaan lingkungan pendukung, perluasan akses layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan, serta koordinasi antar pemangku kepentingan. Kelima pilar ini menjadi panduan dalam menekan angka perkawinan usia dini yang masih menjadi persoalan di berbagai daerah, termasuk Sulawesi Tengah.
Kabid Perencanaan Bappeda Provinsi Sulteng dalam sesi selanjutnya menyampaikan bahwa isu pencegahan perkawinan anak telah menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah. Hal ini tercermin dalam visi RPJMD 2025–2029, yakni “Berani mewujudkan Sulawesi Tengah sebagai wilayah pertanian dan industri yang maju dan berkelanjutan.” Beberapa program yang dirancang antara lain pembentukan remaja pelopor di sekolah, kampanye kreatif pencegahan perkawinan anak, edukasi siswa terkait dampak pernikahan dini, hingga penguatan jaringan pelopor di tingkat sekolah dan kabupaten/kota.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Sulteng, Moh. Hidayat Pakamundi mengapresiasi penyelenggaraan FGD tersebut. Ia menyoroti tren meningkatnya kembali angka perkawinan anak di Sulawesi Tengah. Setelah sempat turun ke angka 8 persen, kini kembali naik menjadi 9 persen lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebesar 5–6 persen.
“Ini masalah serius yang tidak bisa dilepaskan dari faktor kemiskinan dan rendahnya akses pendidikan. Karena itu, kami mendorong agar pendidikan digratiskan di semua jenjang, termasuk pembiayaan UKT mahasiswa, dan layanan kesehatan cukup dengan menunjukkan KTP Sulawesi Tengah,” ujarnya.
Politisi Demokrat Sulteng itu menegaskan bahwa jika visi-misi pembangunan seperti berani cerdas, berani sehat, dan berani sejahtera benar-benar direalisasikan, maka strategi nasional pencegahan perkawinan anak tidak hanya berhenti sebagai dokumen kebijakan, melainkan akan memberikan dampak nyata bagi masa depan generasi muda Sulawesi Tengah. (KB/*)